Jawa Barat, Tapak News – Kecurigaan publik atas transaksi misterius Perumdam Tirta Darma Ayu Indramayu menapaki arah baru. Purnawirawan Efendi secara resmi melaporkan dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat pada Jumat (21/11/2025). Upaya hukum ini didasari resi transfer senilai Rp 2 miliar kepada PT. Berkah Ramadhan Sejahtera (BRS) Cirebon dengan keterangan mencolok: "biaya operasional." ‎ ‎

Menurut Efendi, tindakan ini ditempuh terdorong keraguan mendalam atas klarifikasi Direktur Utama Perumdam, Nurpan, yang mengklaim dana tersebut untuk pembayaran tagihan air curah.

‎ ‎"Keterangan pada resi itu jelas bertolak belakang dengan pernyataannya. Selain itu, Perumdam Indramayu diketahui bekerja sama dengan PDAM Tirta Kemuning Kuningan, bukan dengan PT. BRS," tegas Efendi usai melapor di Kejati.Ia mempertanyakan, "Apa kapasitas dan korelasi kerjasama antara Perumdam dengan perusahaan penerima uang 2 miliar itu? ‎ ‎

Selain rasa kepedulian, Efendi mengungkapkan, kecurigaannya semakin menguat setelah mendapatkan informasi kondisi PT. BRS adalah perusahaan swasta di bidang penyediaan daging sapi potong dan unggas), kantornya lama tutup dan tak memperlihatkan aktifitas. Logikanya, jika perusahaan ini memiliki tagihan air curah yang besar merupakan hal yang tidak masuk akal. ‎ ‎

Efendi menduga Dirut Nurpan dan jajaran direksi telah melakukan penyalahgunaan wewenang yang mengarah pada tindak korupsi yang merugikan negara. ‎

Selain itu, Ia juga mengkritik keras upaya Dirut yang, alih-alih memberikan penjelasan transparan, justru fokus mencari karyawan yang membocorkan resi ke publik. ‎ ‎

"Saya malah mengpresiasi, Karyawan yang membocorkan itu adalah pahlawan. Dia mengisyaratkan bahwa transaksi ini hanyalah salah satu dari banyak kebusukan dalam manajemen Perumdam," jelasnya. ‎

‎Efendi juga mewanti-wanti Kejati agar Kejati tidak terjebak. Dia menduga janji audit BPKP oleh Dirut hanya upaya untuk melegitimasi transaksi gelap tersebut. ‎ ‎Lebih lanjut, Efendi menyayangkan sikap pasif dan diamnya pihak pengawas internal dan eksternal BUMD—terutama Komisi 3 DPRD (sebagai mitra kerja), Inspektorat, serta KPM (Kuasa Pemilik Modal) atau Bupati. ‎ ‎"Selama perbincangan publik ini ramai, hingga mahasiswa berdemo menyikapi soal ini.

"Komisi 3 DPRD, Inspektorat, dan Bupati masih diam seperti pura-pura tidak tahu kewajibannya atas perusahaan yang dimodali uang rakyat ini," tukasnya. ‎

‎Oleh karenanya, kata dia, laporan ke Kejati Jabar ini menjadi satu-satunya jalur yang harus ditempuh untuk memastikan persoalan ini diusut secara berkeadilan ,dan mengakomodir tuntutan rakyat Indramayu akan transparansi tata kelola BUMD. ‎