Jawa Barat, Tapak News - Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLH) Indramayu, Edi Umaedi, membenarkan telah terjadi upaya manipulasi tanah urug. Tanah yang tidak berasal dari sumber galian atau kuari yang diperjanjikan sempat dikirim dan diturunkan ke lokasi kegiatan penimbunan di TPA Pecuk, pihaknya telah menolaknya. Ia pun memberikan bukti video pendek sebagai dokumentasi untuk meyakinkan bahwa pihaknya telah bersikap tegas terhadap tanah urug ilegal itu.

"Ini dokumentasi tanah yang sudah diturunkan kita suruh angkut kembali", ujar Edi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/10/2023).

Ditambahkan Edi, kejadian beberapa truk bermuatan tanah dari kuari tak berijin yang sudah ditolaknya merupakan kiriman dari pihak yang disebutnya "oknum di luar rekanan".

Kendati Edi enggan memperjelas istilah yang Ia ungkapkan tersebut, namun sebagai pengguna anggaran, dinasnya hanya akan membayar sesuai pesanan dan ketentuan dalam perjanjian kerjasamanya dengan rekanan atau kontraktor.

"Tanah dari kuari tak berijin tidak masuk dalam volume pengurugan dan tidak akan kami bayar," tandas pejabat yang merangkap sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu itu.

Edi juga menampik isyu jika pemegang SPK No. 027/1565/ DLH senilai Rp.3.456.700.000 untuk pematangan Lahan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) RDF Pecuk dengan tanah dari lokasi galian C di Cirebon yang sudah memiliki IUP merupakan perusahaan "titipan" atasannya, seorang mantan Kepala DLH Indramayu yang kini menjabat PJ Sekda.

"Setahu saya, mekanisme lelang sudah berjalan sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Edi singkat.

Menanggapi hal ini, salah satu pemerhati kegiatan pemda Indramayu, Hatta dari LSM Permak (Pergerakan Masyarakat Anti Korupsi) mensinyalir praktik kloning tanah merupakan modus kejahatan pengurugan yang paling sering terjadi.

"Itu karena tanah legal relatif lebih mahal. Apalagi di wilayah Indramayu ini tidak ada galian C yang sudah memiliki IUP, otomatis diambil dari luar daerah memakan cost yang lebih besar sehingga bagi kontraktor yang nakal dan jahat akan memanipulasinya dengan mengirim sebagiannya berupa tanah ilegal dari sumber terdekat demi meraup untung sebanyak-banyaknya," terang Hatta.

Menurut Hatta, praktik kotor dalam pekerjaan pengurugan bersumber anggaran pemerintah termasuk agak sulit untuk dihilangkan karena secara fisik tanah urug dari sumber berizin dengan tidak berizin seringnya secara kasat mata hampir sama.

"Kadang tidak mudah membedakan tanahnya, apalagi dokumen surat jalan dari sumber galian bisa dipalsukan, ditambah kongkalingkong antara petugas penerima tanah dengan pengirim," kata Hatta.

"Karena mudahnya melakukan pengelabuan demi mendapatkan untung yg besar yang cukup untuk bagi-bagi, tender pengurugan paling berpotensi dikondisikan pemenangnya kepada perusahaan-perusahaan titipan," imbuhnya.

Menurut Hatta, penolakan tanah yg sudah terbukti sempat diturunkan di TPA Pecuk lalu begitu tercium di media diperintahkan diangkut lagi, bukan tidak mungkin bisa terjadi kembali upaya pengiriman tanah ilegal itu.

"Apakah "upaya jahat" mereka akan berhenti begitu saja?", sambung Hatta, Kamis (5/10/2023)

BACA JUGA: Akhir 2022 Sejumlah Proyek Berpotensi Mangkrak. Permak, Sistem Barjas Indramayu Memburuk.

BACA JUGA: Kejari Indramayu Apresiasi Langkah Permak Laporkan Dugaan Korupsi dan Proyek Mangkrak.

Selain persoalan teknis di lapangan proyek yang berpotensi terjadi unsur manipulatif, Hatta juga berharap ada langkah dari aparatur pegawas dan aparat hukum jika diduga ada perusahaan titipan sebagai pemenang proyek tersebut.

"Seorang pejabat memang tidak punya wewenang apa-apa memberikan proyek ke siapapun, namun bukan tidak mungkin bisa mengkondisikan pemenangnya, harusnya ada investigasi dari pengawas dan aparat hukum," tutupnya.

BACA JUGA: Peringati Hari Anti Korupsi, PERMAK Kritik Tajam Kondisi Indramayu di Depan Perwakilan Forkopimda.